Sejarah Perjuangan Kapitan Waloindi dalam Melawan Penjajahan
Kapitan
Waloindi adalah termasuk orang yang berhati baik dan selalu melindungi orang-orang
teraniaya dan lemah. Ia sangat berperan penting dalam sejarah perjuangan
melawan ketidakadilan. Kebiasaan itu, ia mulai terapkan sejak ia menjadi Raja
Binongko Ke-IV dan perjuanganya semakin memuncak pada saat masuknya
bangsa-bangsa Eropa di Kepulauan Nusantara. Perang penting Kapitan Waloindi adala
dalam melawan penjajah Belanda yang pada saat itu
sudah mempengaruhi Kesultanan Buton. Maka, untuk mempertahankan Pulau Binongko
dari berbagai ancaman yang datang dari luar seperti bajak laut Tobelo, Buton,
dan VOC, maka Kapita Waloindi berhasil mendirikan beberapa benteng pertahanan
diantaranya, Benteg Waloindi, Benteng Oihu,
Benteng Wali, dan Benteng Waitua/Palahidu
Perjuangan
Kapitan Waloindi melawan penjajah Eropa dimulai sejak saat ia di Maluku.
Menurut La Rabu Mbaru, seperti masyarakat Maluku
lainnya, Kapitan Waloinndi juga tidak senang dengan sikap Belanda. Kapitan
Waloindi bersama La Tulukabesi
(Raja Hitu), Paulus Tiahahu, Chiristina Marta Tiahahu (Anak Putri Paulus
Tiahahu), dan Kapitan Patipelohi (Patipelong)
serta masyarakat Saparua (Maluku) lainnya, berjuang bahu membahu untuk
mengusir penjajah Belanda (Walanda) dan merebut Benteng Duursetede di Saparua. Mereka berhasil menguasai dan membunuh semua pasukan
Belanda, kecuali putra Residen yang bernama Juan Van Den Berg. (La Rabu Mbaru,
2016).
Perjuangan Kapitan Waloindi
tidak pernah surut, ia pun melawan pasukan penguasa Buton yang di bantu oleh
Belanda. Menurut Ali Hadara, sikap perlawanannya muncul pada saat kegagalannya untuk dilantik menjadi Lakina Kaledupa serta
sikap politik penguasa Buton yang mulai bekerjasama dengan Belanda yang
dituangkan dalam perjanjian Schot-Elangi tanggan 5 Januari 1631, mengakibatkan
ia mulai menanam benih-benih kebencian dan amarah terhadap penguasa Buton dan
Belanda. (Ali Hadara, 2007).
Terutama kepada VOC, kebencian itu
bertambah ketika Perang Kapahaha (1634-1636) di Ambon yang mengakibatkan kebun
cengkeh dan palah di ambil alih oleh VOC. Kebencian itu memuncak sampai ke
ubun-ubun ketika ditandatangani perjanjian antara Buton dan VOC pada tanggal 31
Januari 1667 yang mewajibkan penebangan semua pohon cengkeh dan pala yang ada
di Kepulauan Tukang Besi, terutama di Pulau Kaledupa dan Wangi-Wangi, dengan
ganti rugi yang harus dibayar kepada Buton setiap tahun sebesar 100 ringgit.
Dinyatakan dalam perjanjian itu pula, bahwa Pulau Binongko yang senantiasa
menjadi perebutan antara Buton, Makassar, dan Ternate, dinyatakan langsung dan
masuk dalam daerah kekuasaan kompeni Belanda. Karena perjanjian yang
nyata-nyata sangat merugikan rakyat Kepulauan Tukan Besi itu, maka Kapita
Waloindi mulai mempropagandakan semangat anti penjajahan dan menggerakkan
perlawanan rakyat terhadap penguasa Buton dan VOC/Belanda. (Ali Hadara, 2007).
Demikian kisah perjuangan Kapitan
Waloindi dalam melawan ketidakadilan, termasuk melawan penguasa Buton karena
telah bekerja sama dengan Belanda. Pengorbanannya dalam melawan penjajahan ia
lakukan karena tindakan kesewenangan yang dilakukan penguasa Buton dan Belanda
yang membuat masyarakat Binongko kala itu menderita. Perjuangannya merupakan
bukti nyata dalam membela kebenaran, serta bukti nyata melawan segala bentuk
penjajahan yang tidak berperikemanusiaan serta merendahkan harkat dan martabat
manusia. Karena itu, kita sebagai generasi penerus bangsa harus mengambil
contoh perjungan yang dilakukan oeh Kapitan Waloindi.
Daftar Sumber:
Ali Hadara ,dkk. 2007. Profil Pejuang Sulawesi Tenggara dari Masa Penjajahan Hingga Pasca Kemerdekaan. Kendari : BARISDA SULTRA-LP UHO
Mbaru, La Rabu. 2016. Culadha Tape-Tape Peradaban Binongko Wakatobi Buton. Catatan tidak dipublikasikan
0 Response to "Sejarah Perjuangan Kapitan Waloindi dalam Melawan Penjajahan"
Post a Comment